Archive for July 2014
Latest Updates

Pajak Penghasilan Final Pasal 15


PPh Pasal 15 atas Charter Penerbangan Dalam Negeri

1.     Objek Pajak
Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak berdasarkan perjanjian charter dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.

Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah WP perusahaan penerbangan yang bertempat kedudukan di Indonesia (SPDN Badan) yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian charter.

Yang dimaksud dengan perjanjian charter meliputi semua bentuk charter, termasuk sewa ruangan pesawat udara baik untuk orang dan/atau barang ("space charter").

2.     Tarif
PPh terutang = 30% x norma Penghitungan Penghasilan Netto.
Norma Penghitungan Penghasilan Netto = 6% x Peredaran Bruto
Sehingga tariff efektif PPh Terutang = 1,8 % x Peredaran Bruto (1,8%  berasal dari 6% x 30%)
Pelunasan PPh sebesar 1,8% ini merupakan pembayaran PPh Pasal 23 yang dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang dalam SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak yang bersangkutan.
3.     Pemotong
Pemotong yaitu pencharter yang merupakan Badan pemerintah, Subjek Pajak Badan Dalam Negeri, Penyelenggara Kegiatan, BUT, atau Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya.

PPh Pasal 15 atas Pelayaran Dalam Negeri

1.     Objek Pajak
WP perusahaan pelayaran dalam negeri dikenakan PPh atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Oleh karena itu penghasilan yang menjadi Objek pengenaan PPh meliputi Penghasilan yang diterima atau diperoleh WP dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan kapal dari:
a.     Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia,
b.     Pelabuhan di Indonesia ke luar pelabuhan Indonesia,
c.      Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia,
d.     pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia

2.     Tarif
PPh terutang = 30 % x Norma Penghitungan Penghasilan Netto.
Norma Penghitungan Penghasilan Netto = 4% x Peredaran Bruto
Sehingga tariff efektif PPh Terutang =
30% x 4% x Peredaran bruto = 1,2% x Peredaran Bruto dan bersifat final.
Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh WP perusahaan pelayaran dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya.

3.     Pemotong
·        Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan pemotong pajak : pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib melakukan pemotongan pada saat pembayaran atau terutang.
·        Dalam hal penghasilan diperoleh bukan berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan pemotong pajak,maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib menyetor sendiri PPh yang terutang.
·        Dalam hal Pengguna jasa adalah bukan pemotong pajak, maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib menyetor sendiri PPh yang terutang.  

Pasal 15 atas Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri
1.     Objek Pajak
Objek PPh-nya adalah Semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.

Dengan demikian yang tidak termasuk penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri tersebut  adalah yang dari pengangkutan orang dan/atau barang dari pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan di Indonesia.

2.     Tarif
Penghasilan neto bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri ditetapkan sebesar 6% (enam persen) dari peredaran bruto.

Pengertian peredaran bruto di sini adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.

Besarnya Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri adalah sebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat persen) dari peredaran bruto dan bersifat final.

3.     Pemotong
Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak yang membayar/mencharter wajib melakukan pemotongan pada saat pembayaran atau terutang.

Penghasilan selain berdasarkan perjanjian charter, maka Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar Negeri Wajib menyetor sendiri.


PPh Pasal 15 atas Kantor Perwakilan Dagang Asing (representative office/liaison office) di Indonesia
1.     Subjek Pajak
Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang (representative office/liaison office), selanjutnya disingkat KPD, di Indonesia yang berasal dari negara yang belum mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia.

2.     Objek Pajak
nilai ekspor bruto yaitu semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.

3.     Tarif
Penghasilan neto = 1% dari nilai ekspor bruto
Pajak Penghasilan Terutang sebesar 0,44% dari nilai ekspor bruto dan bersifat final.
Khusus untuk Kantor Perwakilan Dagang (KPD) yang berasal dari negara mitra P3B
maka besarnya tarif pajak yang terutang disesuaikan dengan tarif BPT (Branch Proftit Tax) dari suatu Bentuk Usaha Tetap tersebut sebagaimana dimaksud dalam P3B terkait.

4.     Pemotong
Pembayaran dilakukan dengan mekanisme penyetoran sendiri oleh kantor perwakilan dagang selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan.

PPh Pasal 15 atas WP yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon internasional di bidang produksi mainan anak-anak

1.     Subjek Pajak
Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (contract manufacturing) internasional adalah Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan jasa pembuatan atau perakitan barang berupa produk mainan anak-anak, dengan bahan-bahan, spesifikasi, petunjuk teknis dan penentuan imbalan jasa dari pihak pemesan yang berkedudukan di luar negeri dan mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak.

2.     Objek Pajak
Jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct materials).
Pengertian biaya pembuatan atau perakitan barang mencakup seluruh pengeluaran yang merupakan biaya pabrikasi langsung (selain bahan baku milik prinsipal) dan tidak langsung serta biaya umum dan administrasi sesuai dengan pembukuan komersial Wajib Pajak;

3.     Tarif (Final)
penghasilan neto sebesar 7% (tujuh persen) dari jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct materials).

PPh terutang sebesar 2,1% (dua koma satu persen) dari jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct materials)

Ketentuan tarif norma sebesar 7% (tujuh persen) berlaku sepanjang Wajib Pajak tidak mengadakan Perjanjian Penentuan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) dengan Direktur Jenderal Pajak.

Pengertian biaya pembuatan atau perakitan barang mencakup seluruh pengeluaran yang merupakan biaya pabrikasi langsung (selain bahan baku milik prinsipal) dan tidak langsung serta biaya umum dan administrasi sesuai dengan pembukuan komersial Wajib Pajak.

4.     Pemotong
PPh terutang wajib disetor sendiri oleh Wajib Pajak dengan cara pembayaran setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Besarnya pembayaran PPh setiap bulan dihitung berdasarkan jumlah realisasi seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang setiap bulannya tidak termasuk biaya pemakaian bahan buku (direct material).

Perubahan Aturan Faktur Pajak


Terhitung mulai 1 Juli 2014, Peraturan tentang Faktur Pajak kembali berubah. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak diubah dengan PER-17/PJ/2014. Perubahan terutama terkait dengan pemberian nomor seri faktur pajak. Perubahan dapat disarikan dalam uraian berikut.

Syarat Permohonan Kode Aktivasi dan Password Nomor Seri Faktur Pajak

  1. PKP mengajukan surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan sesuai dengan formulir terlampir.
  2. Surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password harus:
    • diisi dengan lengkap dan ditandatangani oleh PKP; dan
    • disampaikan secara Iangsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan dengan menunjukkan asli kartu identitas sesuai dengan identitas yang tercantum dalam surat permohonan.
    Dalam hal surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ditandatangani oleh selain PKP, maka surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa.
  3. Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Kode Aktivasi dan Password ke PKP dalam hal PKP memenuhi syarat sebagai berikut:
    • PKP telah dilakukan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP terdaftar berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-05/PJ/2012 dan perubahannya dan laporan hasil registrasi ulang/verifikasi menyatakan PKP tetap dikukuhkan; atau
    • PKP telah dilakukan verifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012. 
KPP kemudian akan menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi yang ditandatangani oleh Kepala Seksi Pelayanan atas nama Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan dikirim melalui pos dalam amplop tertutup ke alamat PKP.

Kemudian KPP juga akan mengirim password melalui surat elektronik (email) ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.

Dalam hal PKP tidak memenuhi ketentuan butir 3 di atas, Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi dan Password.

Dalam hal surat pemberitahuan Kode Aktivasi tidak diterima oleh PKP dan kembali pos (kempos), Kantor Pelayanan Pajak akan memberitahukan informasi tersebut melalui surat elektronik (email) ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.

Baik PKP yang ditolak permohonannya maupun PKP yang permohonannya kembali pos, dapat mengajukan kembali surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor Pelayanan Pajak setelah memenuhi syarat di atas dan/atau telah menyampaikan surat pemberitahuan perubahan alamat ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan prosedur pemberitahuan perubahan alamat.

Jangka waktu penerbitan surat pemberitahuan Kode Aktivasi atau surat pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi dan Password paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah surat permohonan diterima. PKP harus melakukan aktivasi wadah layanan perpajakan secara elektronik (Akun Pengusaha Kena Pajak) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan Kode Aktivasi, melalui:
  1. Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan dengan menyampaikan surat Permintaan Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak 
  2. laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan mengikuti petunjuk pengisian (manual user) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. 
Untuk PKP yang telah memperoleh Kode Aktivasi dan Password sebelum 1 Juli 2014 aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak dilakukan secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak 
Setelah memperoleh Kode Aktivasi dan Password, PKP kemudian mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak melalui:
  1. Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan dengan menggunakan surat Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak; dan/atau 
  2. laman (website) yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak:
    • untuk PKP yang telah memiliki sertifikat elektronik; dan 
    • mengikuti petunjuk pengisian (manual user) yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. 
Nomor Seri Faktur Pajak hanya diberikan kepada PKP yang telah memenuhi syarat sebagai berikut:
  1. telah memiliki Kode Aktivasi dan Password;
  2. telah melakukan aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak; dan
  3. telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir yang telah jatuh tempo secara berturut-turut pada tanggal PKP mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak.
Surat Pemberian Nomor Faktur Pajak untuk PKP yang mengajukan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak yang disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak akan berbentuk seperti berikut:

Sedangkan untuk PKP yang permintaan Nomor Seri Faktur Pajaknya disampaikan melalui laman (website) akan menerima surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak dalam bentuk elektronik sebagai berikut





Otentifikasi Pengguna Layanan Perpajakan Secara Elektronik Agar dapat memanfaatkan layanan elektronik melalui website yang disediakan oleh DJP, diperlukan suatu alat otentifikasi yang berfungsi untuk meyakinkan bahwa yang memanfaatkan layanan tersebut adalah benar PKP yang berhak. 

Untuk tujuan tersebut, DJP menerbitkan sertifikat elektronik. Untuk memperoleh sertifikat elektronik tersebut, PKP perlu mengajukan permohonan kepada KPP tempat PKP dikukuhkan maupun melalui laman (website) yang ditentukan. Pengajuan permintaan sertifikat elektronik dapat dilakukan oleh PKP mulai 1 Januari 2015.