Archive for October 2013
Latest Updates

eSPT PPN untuk Melaporkan SPT PPN Nihil

Direktorat Jenderal Pajak telah menyediakan fasilitas pelaporan pajak secara elektronik melalui Program eSPT. Masing-masing jenis pajak telah tersedia program eSPT-nya. Untuk melaporkan Pajak Penghasilan Tahunannya, wajib pajak dapat menggunakan eSPT PPh. Untuk Pajak Pertambahan Nilai Wajib Pajak dapat menggunakan eSPT PPN.
Banyak yang sudah membahas tentang mengisi eSPT PPN, namun banyak yang lupa membahas mengisi SPT Masa PPN yang NIhil. Bagaimana cara melakukan pelaporan SPT Masa PPN yang Nihil?
Caranya mudah saja.
  1. Buka Program eSPT Masa PPN
  2. Lakukan Koneksi Database

Menu Koneksi Database digunakan untuk melakukan koneksi ke database. Koneksi ke database harus dilakukan agar user dapat menggunakan aplikasi untuk menginput dan mengolah data SPT PPN. Langkah – langkah untuk melakukan koneksi database adalah sebagai berikut:
a.       Pilih menu Program à Koneksi Database.
Menu Koneksi Database eSPT PPN

b.      Klik Nama Database yang akan digunakan.
Pilih Database yang akan dikoneksikan
Dalam hal lokasi penyimpanan database bukan di folder db, klik tombol Browse DB. Pilih lokasi penyimpanan database yang telah disiapkan sebelumnya.

c.       Klik Pilih.
d.  Lakukan Login Aplikasi. Isi user name dan passwordnya. Secara default User Name = Administrator dan password=123. Password login aplikasi dapat diubah melalui menu Tools à Ganti Password.
Login eSPT PPN
3.       Setelah berhasil login, Pilih menu Input Data à SPT Non Transaksi, akan ditampilkan form Buat SPT Non Transaksi.
Menu SPT Non Transaksi

  1. Pilih Masa Pajak. Gunakan tombol Dropdown maka akan ditampilkan list bulan dalam satu tahun.

  1. Isi Tahun Pajak.
  1. Isi Pembetulan Ke berapa sesuai dengan SPT yang akan dibuat.
7.       Klik tombol Buat SPT maka akan tampil form konfirmasi : Apakah Anda Akan Membuat SPT Non Transaksi ?
Konfirmasi Buat SPT Non Transaksi
a.   Pilih Yes, akan tampil informasi: Data faktur berhasil diposting. Apabila SPT pada masa tersebut sudah ada maka akan tampil informasi: SPT sudah pernah dibuat. Klik OK.
Informasi SPT Non Transaksi Berhasil dibuat
Informasi SPT untuk Masa Pajak, Tahun Pajak dan Pembetulan sudah pernah dibuat 

b.      Pilih No untuk membatalkan membuat SPT Non Transaksi.
  1. Klik tombol Keluar untuk kembali ke menu utama aplikasi eSPT PPN 1111.
  1. Review atau Edit SPT Non Transaksi yang berhasil dibuat melalui menu SPT.
  2. Setelah sesuai dan data yang diinput sudah benar, Silakan Cetak eSPT PPN tersebut, melalui menu SPT à Cetak SPT.
Print Preview Formulir SPT Induk 1111
               Klik tombol Printer pada Halaman Print Preview untuk mencetak SPT Induk
Tampilan untuk Mencetak
  • Pilih Printer 
  • Klik tombol Print untuk mencetak 
  • Klik tombol cancel, untuk membatalkan pencetakan formulir tersebut.

Klik tombol silang (X) untuk menutup preview formulir SPT.

 11.   Jangan lupa, Buat CSV di menu SPT juga. Caranya:
a.       Pilih menu SPT à Buat CSV, akan tampil form Lapor Data.
Menu Buat CSV
Form Lapor Data
            b.      Pilih Masa PajakGunakan tombol Scroll Bar maka akan ditampilkan list bulan dalam satu tahun. Gunakan Mouse untuk pindah ke kolom berikutnya.
c.       Isi Tahun Pajak SPT yang akan dilaporkan.
d.      Isi Pembetulan Ke berapa sesuai dengan SPT yang akan dilaporkan.
e.      Klik tombol Simpan.
f.        Pilih folder tempat menyimpan file SPT yang akan dibuat.

Pilih Folder Tempat Menyimpan file CSV
g.       Klik tombol OK. Akan tampil informasi: File CSV berhasil dibuat. Klik Ok.
Informasi File CSV Berhasil Dibuat


Contoh Bentuk File CSV Keluaran Menu Buat CSV

h.      Klik tombol Cancel untuk membatalkan pembuatan file csv.
i.         Klik tombol Keluar untuk kembali ke menu utama aplikasi eSPT PPN 1111.

SPT Non Transaksi telah selesai dibuat dan siap dilaporkan.

BANGGA ITU MUDA, BERPENGHASILAN DAN BAYAR PAJAK

Peringatan Hari Sumpah Pemuda baru saja berlalu. Terngiang kembali ucapan Bung Karno disuatu kesempatan, ““Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”. Ya, demikian penting peran pemuda dalam membentuk dunia. Sejarah kita pun telah membuktikannya.

Peristiwa Kongres Pemuda II, tanggal 28 Oktober 1928, yang  dihadiri oleh perwakilan pemuda dari seluruh Indonesia, telah mengubah cara bangsa Indonesia dalam menghadapi penjajah. Dari perjuangan yang hanya dilakukan oleh masing-masing daerah secara sendiri-sendiri dan hanya bertujuan membebaskan daerahnya sendiri, Kongres Pemuda II tersebut telah menelurkan sebuah semangat baru bagi Bangsa Indonesia, untuk secara bersama-sama memperjuangkan satu tanah tumpah darah, satu bangsa dan disatukan oleh satu bahas, Indonesia. Ikrar itu tertuang dalam Sumpah Pemuda. Dengan Sumpah Pemuda tersebut, perjuangan tidak lagi terkotak-kotak per daerah maupun per suku, perjuangan mereka telah disatukan dengan visi yang lebih besar, memerdekakan dan mensejahterakan Indonesia yang satu.

Para pemudalah yang menculik, Soekarno dan Hatta, dan kemudian memaksa mereka berdua untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Entah apa jadinya, seandainya para pemuda tidak bergerak dan hanya menunggu janji pemberian kemerdekaan dari Jepang. Sekali lagi, pemuda memperlihatkan perannya.

Setelah Indonesia merdeka, yang perlu kita lakukan sekarang adalah melanjutkan perjuangan para pendiri bangsa untuk mensejahterakan Indonesia. Sekali lagi peran serta pemuda, yang selalu terjaga nasionalismenya,diharapkan di sini.

Peran serta yang dapat dilakukan generasi muda penerus bangsa dapat berupa sumbangsih berupa tenaga maupun dana. Sumbnasih berupa tenaga seringkali mempunyai beberapa kendala, seperti keterbatasan waktu dan tenaga. Bentuk sumbangsih nyata yang dapat dilakukan oleh pemuda dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa mengenal perbedaan suku, agama dan golongan adalah pajak. Manfaat pajak tidak hanya dapat dirasakan oleh mereka yang membayar pajak saja, tapi juga oleh mereka yang karena keterbatasannya tidak dapat membayar pajak.


Melihat manfaat pajak yang demikian, layaklah para pembayar pajak merasa bangga akan kontribusinya. Terlebih para pemuda, yang sudah membayar pajak. Pantaslah bila ada slogan “Bangga itu muda, berpenghasilan dan bayar pajak”.

Pajak atas Multi Level Marketing

Kegiatan penjualan melalui multi level marketing (MLM) saat ini demikian menjamur di masyarakat. Beragam produk ditawarkan lewat sistem multi level marketing, mulai dari produk kecantikan sampai produk-produk kesehatan. MLM  adalah suatu sistem penjualan secara langsung kepada konsumen yang dilakukan secara berantai oleh orang perorang sebagai distributor perusahaan MLM .

Pada prinsipnya perusahaan MLM  adalah struktur dimana semua anggota adalah distributor dari perusahaan MLM . Untuk memperluas jaringan distributor maka distributor tingkat pertama sebagai distributor sponsor (up-line) dapat menarik distributor tingkat dua yang disponsorinya (down-line) demikian seterusnya.
Dalam hal produk yang dibeli oleh distributor dari perusahaan MLM  tidak seluruhnya terjual maka perusahaan MLM  menjamin untuk membeli kembali produk tersebut. Terhadap setiap pembelian produk dari perusahaan MLM , para anggota dapat membayar dengan harga distributor (harga yang diberlakukan terhadap anggota), sedangkan untuk penjualan produk tersebut kepada konsumen yang bukan anggota, perusahaan MLM  menetapkan harga yang dianjurkan. Selisih antara harga yang dianjurkan dengan harga distributor merupakan keuntungan yang dinikmati oleh distributor.

Setiap bulan perusahaan MLM  akan memberikan rabat kepada distributor. Rabat tersebut diberikan dalam bentuk presentase tertentu secara bertingkat sesuai dengan akumulasi pembelian yang dilakukan oleh distributor. Rabat dapat berbentuk komisi, diskon, bonus dan lain sebagainya, namun pada hakekatnya adalah komisi penjualan yang diberikan oleh perusahaan MLM  kepada distributor.
Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) untuk kegiatan multi level marketing dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu pajak yang diterapkan atas rabat (dengan berbagai macam nama dan bentuknya) dan atas keuntungan (selisih) dari harga yang dianjurkan dengan harga distributor.

Atas rabat yang diterimanya setiap bulan, distributor akan dipotong PPh oleh perusahaan MLM tempat yang bersangkutan bergabung. PPh ini biasa disebut sebagai PPh Pasal 21. Besarnya PPh Pasal 21 atas rabat didasarkan pada besarnya rabat yang diterima pada bulan tertentu. Selain itu, status perkawinan dan jumlah tanggungan distributor juga mempengaruhi besarnya PPh pasal 21. Mengingat perusahaan Multilevel Marketing adalah pihak yang paling mengetahui jaringan anggotanya, maka perusahaan Multilevel Marketing ditunjuk sebagai pihak yang melakukan pemotongan PPh Pasal 21 untuk setiap rabat.

Distributor MLM pun mempunyai hak dan kewajiban perpajakan yang sama seperti jenis profesi maupun kegiatan usaha lainnya. Sehingga, ketika distributor MLM memperoleh penghasilan tertentu (melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak), mereka diwajibkan untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Setelah ber-NPWP, setiap tahun mereka juga berkewajiban untuk melaporkan seluruh penghasilan yang diterimanya dalam Surat Pemberitahuan Tahun PPh Orang Pribadi.

Nah, PPh yang sering dilupakan oleh para distributor MLM adalah PPh atas penghasilan yang timbul dari selisih antara harga jual yang dianjurkan dengan harga distributor. Mayoritas distributor MLM beranggapan bahwa urusan pajak mereka telah selesai, ketika mereka dipotong pajak (PPh Pasal 21) oleh perusahaan MLM. Padahal sesuai dengan peraturan perpajakan, selisih antara harga yang dianjurkan dengan harga distributor pun merupakan obyek PPh. Oleh karena itu, distributor wajib melaporkan seluruh penghasilannya, yang terdiri dari  rabat yang diterima ditambah keuntungan dari selisih harga jual yang dianjurkan dengan harga distributor, dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya.

Serunya bermain di Taman


karena ngga ada yang motoin, makanya Mas Zidan yang berkorban tidak masuk frame
mencari inspirasi

Serunya maen kejar-kejaran di taman

ingin mencapai lebih tinggi

Hore....ikut-ikutan levitasi

Yang Tersisa dari Fall 2012

di Ooyama
Seputaran Meguro Gawa
Narsis di Ooyama

Ooyama lagi

Gingko Tree di sebuah taman 

ada juga yang motretin, cuman bertiga Zidan sama Caca lagi sekolah.

Kayak bintang film India, ngga bisa liat pohon

Weits, udah pose aja nih jagoan

Gingko Tree tunnel

Kurangi Penyalahgunaan Faktur Pajak, Penomoran Faktur Pajak Diatur Kembali

Ketentuan dalam membuat Faktur Pajak (FP) sekarang mengalami perubahan signifikan terutama dalam hal sistem penomoran. Hal tersebut diatur dalam PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak yang berlaku per 1 April 2013. Dengan penerbitan ketentuan baru ini, diharapkan berbagai pelanggaran berkenaan dengan ketentuan perpajakan khusunya tentang Pajak Pertambahan Nilai akan berkurang secara signifikan. Sebagai contoh, untuk pemberian Nomor Seri Faktur Pajak, PKP disyaratkan telah mempunyai Kode Aktivasi dan Password dan telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir. Selain itu, untuk mendapatkan Kode Aktivasi, disyaratkan terhadap PKP telah di lakukan Registrasi Ulang atau verifikasi. Dengan ketentuan baru ini tingkat kepatuhan Pengusaha Kena Pajak akan meningkat dan penerbitan Faktur Pajak Fiktif akan berkurang.
Beberapa hal terkait dengan penerbitan Faktur Pajak sesuai PER-24/PJ/2012 yang baru tersebut, Wajib Pajak perlu memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
  1. Saat Pembuatan Faktur Pajak
    Menurut Peraturan yanglama PER-13/PJ./2010 jo PER-65/PJ/2010, faktur pajak harus dibuat pada:
    1. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
    2. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
    3. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
    4. saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
    Di Peraturan yang baru (PER-24/PJ/2012) ditambahkan satu kondisi baru, yaitu saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
    Selain penetapan saat penerbitan Faktur Pajak, di ketentuan ini juga di atur sanksi apabila ketentuan tentang saat penerbitan Faktur Pajak tersebut tidak dipenuhi, terhadap PKP akan dikenakan sanksi sesuai Pasal 14 UU KUP. Apabila Faktur Pajak diterbitkan setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud di atas, PKP dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
    Akibatnya, PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang menerima Faktur Pajak tersebut tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya sebagai Pajak Masukan.
  2. Penomoran Faktur Pajak
    Sistem penomoran Faktur Pajak mengalami perubahan yang cukup signifikan. Di sistem penomoran yang baru ini, jumlah digit Nomor Faktur Pajak tetap 16 (enam belas) digit, tetapi dengan pengaturan yang berbeda, yaitu:
    1. 2 (dua) digit Kode Transaksi;
    2. 1 (satu) digit Kode Status; dan
    3. 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
    Hanya pada bagian 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak ini saja yang mengalami perubahan yang signifikan. Di ketentuan yang lama Nomor Seri Faktur Pajak ini hanya terdiri atas 10 (sepuluh) digit saja dan diterbitkan secara urut mulai dari 0000000001 tiap awal tahun.
    Di ketentuan yang baru ini, Direktorat Jenderal Pajak yang akan memberikan nomor Faktur Pajak secara blok sesuai permintan Wajib Pajak.
    Sebagai contoh, PKP meminta 100 Nomor Seri Faktur Pajak, maka Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa:
    • 900.13.00000001 s.d. 900.13.00000100;
    • 900.13.99999901 s.d. 901.13.00000000;
    • 900.13.99999999 s.d. 901.13.00000098, dan sebagainya.
    Catatan:
    Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan akan memberikan nomor seri Faktur Pajak ke PKP sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan dimulai dari Nomor Seri 900-13.00000001 untuk Faktur Pajak yang diterbitkan tanggal 1 April 2013. Untuk tahun 2014 akan dimulai dari nomor seri Faktur Pajak 000-14.00000001 demikian seterusnya.
  3. Pengajuan Permohonan Kode Aktivasi dan Password
    Agar dapat diberikan Nomor Seri Faktur Pajak, Pengusaha Kena Pajak harus mengajukan surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password terlebih dahulu agar dapat memperoleh Nomor Faktur Pajak. Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Kode Aktivasi dan Password ke PKP setelah PKP memenuhi syarat sebagai berikut:
    1. PKP telah dilakukan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak dan laporan hasil registrasi ulang verifikasi menyatakan PKP tetap dikukuhkan; atau
    2. PKP telah dilakukan verifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012
  4. Tatacara mengajukan Kode Aktivasi dan Password
    Tatacara mengajukan Kode Aktivasi dan Password di atur sebagai berikut:
    1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) mengajukan permohonan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan.
    2. Dalam hal Surat Permohonan sudah diisi dengan lengkap, PKP menerima Bukti Penerimaan Surat (BPS).
    3. Dalam hal permohonan Kode Aktivasi dan Password disetujui, PKP akan menerima Surat Pemberitahuan Kode Aktivasi melalui jasa kurir ke alamat PKP sesuai  dengan data yang ada pada sistem di KPP dan menerima Password melalui surat elektronik (email). Dalam hal permohonan ditolak, PKP akan menerima surat Penolakan Pemberian Kode Aktivasi yang dikirimkan oleh KPP melalui jasa ekspedisi ke alamat PKP sesuai dengan data yang ada pada Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak.
    Untuk pertama kalinya Permohonan Kode Aktivasi dan Password dan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak dapat diajukan oleh PKP mulai tanggal 1 Maret 2013.
  5. Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak
    Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP terdaftar, akan menerbitkan Surat Pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak berdasarkan permintaan PKP, dengan syarat PKP telah mempunyai Kode Aktivasi dan Password. Selain itu, diperlukan pula syarat lain yaitu PKP telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir, yang telah jatuh tempo, secara berturut-turut pada tanggal permintaan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak.
  6. Penunjukkan dan Penandatangan Faktur Pajak
    Sebagaimana telah di atur di Peraturan terdahulu, PKP berkewajiban untuk memberitahukan ke KPP dimana PKP terdaftar tentang Pejabat/Pegawai yang berwenang untuk menandatangani Faktur Pajak. Namun demikian, peraturan terbaru ini mengharuskan PKP untuk melampirkan fotokopi identitas diri para pejabat/pegawai penandatangan faktur pajak yang telah dilegalisir oleh yang berwenang.
  7. Pemakaian Nomor Seri Faktur Pajak
    Berbeda dengan Peraturan sebelumnya yang mewajibkan penomoran Faktur Pajak secara sequence, di Peraturan yang baru ini PKP diperkenankan memberikan Nomor Seri Faktur Pajak secara tidak berurutan. Konsekuensinya, di setiap masa pajak Desember, Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak dipergunakan harus dilaporkan ke KPP tempat PKP terdaftar, sehingga Nomor Faktur Pajak yang dikeluarkan oleh PKP bersangkutan akan selalu termonitor
  8. Faktur Pajak Tidak Lengkap
    Di Peraturan yang baru ini tidak dikenal lagi istilah Faktur Pajak Cacat. Sebagai gantinya muncul istilah Faktur Pajak Tidak Lengkap. Pada dasarnya kedua istilah ini mempunyai pengertian yang sama. Di peraturan yang baru ini dipertegas bahwa PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Penegasan ini semakin memperjelas dan memberikan kepastian hukum bagi fiskus dan PKP.
Dengan adanya pengaturan kembali ini diharapkan penyalahgunaan faktur pajak dapat ditekan. Sehingga penerimaan pajak dari PPN dapat diamankan.